Bayi dan Mr Bean
adalah komunikator ulung
Bayi adalah
komunikator ulung. Benar sekali kalimat di itu,
anda tidak salah baca. Saya ulangi lagi “Bayi dan Mr Bean adalah komunikator
ulung”. Kenapa Cak Motivator Indonesia
menyatakan demikian? Mari kita bahas satu per satu. Mungkin anda berpikir, saya
sedang bergurau. Tapi sekali lagi saya serius. Kalau ada yang mengatakan bahwa
bayi tidak bisa bicara, itu memang benar, dan saya sepakat. Tapi yang perlu
diingat adalah komunikasi tidak saja dalam bentuk suara, tapi juga dengan
kode-kode dan symbol dengan gerakan-gerakan yang kita buat menggunakan anggota
badan kita (body language). Dalam hal seorang bayi, maka yang dominan dipakai
seorang bayi ada dua hal, yaitu body language dan suara tangis. Berikut sebuah
contoh peristiwa yang menunjukan bagaimana seorang bayi benar-benar sebagai
komunikator ulung.
Bayi yang di sedang nyenyak tidur, tiba-tiba saja
menangis dan membuat bangun sang ibu. Begitu si ibu bangun, maka sang ibu
langsung menyusui si bayi ini, karena dipikiran sang ibu, bayi ini menangis
karena lapar atau haus, sehingga langsung disusui. Tapi ternyata, si bayi tetap
saja menangis. Tentu saja sang ibu kembali bertanya-tanya dalam hati, apa yang
membuat bayi ini tetap menangis, mestinya kalau bayi haus dan lapar begitu
disusui akan langsung diam. Tapi ternyata si bayi tidak juga diam, artinya ada
hal lain yang diinginkan si bayi selain menetek. Tanpa terasa, telapak tangan sang ibu
menyentuh popok si bayi. Barulah sang ibu sadar, ternyata bayinya menangis bukan
untuk minta disusui, tapi minta diganti popoknya karena baru saja ngompol
(buang air kecil). Mari kita lihat bagaimana ulungnya si bayi ini
berkomunikasi.
Pertama. Bayi
membangunkan ibunya dengan cara menangis, sehingga ibunya bangun. Dengan
demikian bayi sudah sukses berkomunikasi dengan ibunya, karena memang tujuan
awal bayi adalah ibunya bangun terlebih dahulu sebelum bayi minta sesuatu dari
sang ibu. Ternyata memang si ibu belum paham apa yang sebenarnya diminta si
bayi, sehingga begitu bangun, si bayi langsung disusui. Karena ibunya belum
paham juga tentang keinginan si bayi, maka bayi ini melakukan langkah
berikutnya.
Kedua. Bayi
tetap menangis dan ditambah dengan gerakan-gerakan (Body Language) yang
menunjukan ketidaknyamanan karena popoknya atau pampersnya basah.
Ketiga. Sesudah
sang ibu mengerti dan melakukan penggantian popok atau pampers inilah si bayi
berhenti menangis.
Semua bayi seperti itu, ia selalu berhasil
mengkomunikasikan apa yang yang dimau kepada orang tuanya atau pengasuhnya.
Artinya, siapapun kita dan seberapa buruknya kemampuan komunikas kita saat ini,
dalam sejarahnya waktu kita bayi, kita pernah menjadi komunikator ulung.
Sehingga tidak berlebihan dan sangat wajar kalau kita sangat optimis bisa
menjadi public speaker yang handal juga sepanjang hidup kita. Jadi, siapapun
pasti bisa punya kemampuan public speaking asalkan mau belajar. Bukankah kata
Socrates “belajar itu bukan untuk mengetahui sesuatu yang baru, tapi mengingat
sesuatu yang pernah kita ketahui dan lakukan”. Dengan premis bahwa “Bayi adalah
komunikator ulung” dan “Semua orang pernah jadi bayi” maka kita semua pernah
menjadi komunikator ulung. Ditambah dengan premis dari Socrates “Belajar adalah
mengingat apa yang pernah kita ketahui atau kita lakukan, maka kita mendapatkan
konklusi “Kita semua bisa menjadi komunikator atau public speaker ulung dengan
cara belajar dan berlatih secara sungguh-sungguh”.
Salam…..
(Agung Kurniawan Muhammad – Cak Motivator Indonesia –
Konsultan SDM/HRD)